Selasa, 06 Desember 2011

KITA SALING MENCINTAI SEPERTI DUA KUTIPAN LUCU


INI sungguh-sungguh sebuah kutipan yang lucu, bukan?
Kesimpulan adalah tempat istirahat saat lelah berdebat.
Kau ingat, maaf saya sudah lupa, berapa jumlah kesimpulan
yang pernah kita buat lalu ulang menyusunnya agar terlihat
lebih indah dari sebelumnya? Kalimat-kalimat lama itu di mana
kita sembunyikan–setelah yang baru kita temukan? Di dalam
puisi seorang penyair yang kekurangan metafora. Barangkali.
Kita bercinta seperti sepasang sado-masocist. Tetangga mendengar
tangis-teriakan kita lalu mengumbar rasa kasihan dalam gosip-gosip.
Sementara kita puas dan mandi seperti sepasang anak kecil dari kota
baru menemukan sungai yang tidak terbuat dari bau selokan. Namun
di pagi hari kita berdiskusi sambil sarapan tentang bagaimana cara
paling tepat menyembunyikan sisa-sisa pertempuran yang memerah
di kulit kita. Ah, kita selalu begitu, malu memperlihatkan hangat cinta!
Dan setiap pagi di meja makan kita membangun tempat istirahat baru.
*
KUTIPAN yang satu ini tak kalah lucunya, Sayang. Dengar!
Ayam lebih mula–pernahkah kau bayangkan betapa lucu
Tuhan duduk mengerami sebutir telur?
Siapa lebih dulu mencintai: kau atau aku? Kita sama menunjuk dada
sendiri namun tak bisa menjelaskan mengapa bisa begitu. Pokoknya
aku lebih dulu! Pokoknya kau kemudian! Rupanya memang tren
berdebat anggota dewan juga sampai di kamar tidur kita. Aku benar.
Kau tidak benar. Bedanya aku mencintai kau, kau mencitai aku.
Tetapi anggota dewan itu hanya mencintai diri mereka sendiri.
Maka begitulah: kita tak bisa bercerai meski kita terus saja berkelahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar