Selasa, 06 Desember 2011

sesaji sajak aan


sejak kaki ayah tak lagi mengenal bilah-bilah
lantai rumah kayu yang pernah dibangunnya
dan aku serta dua adikku memiliki pikiran
masing-masing yang berbeda satu sama lain
ibu bersahabat dengan benda-benda tajam
jarum
untuk menjahit, katanya
sebab waktu senantiasa selimut rombeng
sementara tulang-tulangnya jadi sarang
penyakit aneh yang tak bisa ia sebutkan namanya
seperti menyebut nama-nama orang yang dicintainya
pisau
kadang-kadang ia benci ranum buah-buahan
apel dan tomat yang merah,
semangka dan mangga berkulit kencang
atau mentimun yang segar dan putih
masa-masa remajanya tak bisa kembali
seperti juga alamat ayah yang sia-sia dicari

gunting

bunga-bunga dan rumput di halaman
suka berubah jadi uban di kepalanya
ia tak ingin ada hutan menyeramkan
tumbuh di sana sebab bagaimanapun
ia tak pernah lelah menunggu anaknya
datang mencium keningnya atau
mungkin ayah dengan oleh-oleh
sebuah cerita tentang petualangan
cermin
bukan dada dan pipinya yang suka ia ajak bicara
tetapi ia senang menantang sepasang matanya
agar terus bertahan dan tidak segera menyerah
kepada musim hujan dan mimpi-mimpi buruk
yang selalu bersiap melompat masuk ke sana
2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar